Kamis, 14 Mei 2015

Selongsong Peluru Bekas

Hari ini hidup kami seperti selongsong peluru,
Peluru yang telah diledakkan oleh revolver,
Peluru yang telah kehilangan mesiu dan ujung yang runcing,
Peluru yang berpantat gosong karena ditendang pelatuk,
Peluru yang tak lagi berelasi dengan kekeran,
Peluru yang tak terpakai lagi,
Peluru yang segera tergantikan,
Oleh yang akan bernasib serupa,
Maka kami adalah peluru yang bukan peluru lagi…
Kami tahu, kekuatan kami di ujung yang runcing itu,
Kekuatan itu terbantukan dengan massa yang bervolume tinggi,
Massa yang bersanding dengan kecepatan waktu,
Massa yang terbentuk dari himpunan atom-atom,
Dan ujung kami yang runcing itu menembus segala yang merintang,
Segera mencari sasaran yang diperintahkan,
Lalu jasanya akan dikenang sebagai ciptaan yang berguna,
Ketika kami betul-betul telah terpisah,
Kami sadar telah Terpental di tanah tandus dan terlupakan…

Kami tercipta sebagai kesatuan alat pembunuh,
Kami diminati pecinta perang,
Kami dihargai di pasar senjata yang legal,
Di pasar yang terselubung sekalipun,
Kami dilesakkan oleh mereka,
pahlawan, pejuang, dan penjahat sekaligus,
Kami adalah pelengkap label heroik dan zeroik,
Dan akhirnya kembali lagi ke habitat kami,
Benda yang terlupakan…

Begitulah kami, rakyat yang kian jelatah,
Kepala kami dihargai dengan rupiah, dinar, dolar dan sejenisnya,
Kepala kami terpisah dengan jasad kami, terpenggal karena kedunguan,
Kami dilesakkan kemana-mana sebagai yang terlantar,
Seingat kami, di layar tempat politisi berikrar, kami adalah peluru kesayangannya,
Kami sangat bermanfaat untuk sakunya,
Menumbangkan lawan-lawannya,
Dan Setelah pesta momentuman itu
Kembali lagi kami menjadi benda yang terlupakan...
Kami terlupakan tapi tetap bermanfaat baginya…
Bagi sakunya,
Bagi brangkasnya…

Tidak ada komentar: