Peluru
yang telah diledakkan oleh revolver,
Peluru
yang telah kehilangan mesiu dan ujung yang runcing,
Peluru
yang berpantat gosong karena ditendang pelatuk,
Peluru
yang tak lagi berelasi dengan kekeran,
Peluru
yang tak terpakai lagi,
Peluru
yang segera tergantikan,
Oleh
yang akan bernasib serupa,
Kami
tahu, kekuatan kami di ujung yang runcing itu,
Kekuatan
itu terbantukan dengan massa yang bervolume tinggi,
Massa
yang bersanding dengan kecepatan waktu,
Massa
yang terbentuk dari himpunan atom-atom,
Dan
ujung kami yang runcing itu menembus segala yang merintang,
Segera
mencari sasaran yang diperintahkan,
Lalu
jasanya akan dikenang sebagai ciptaan yang berguna,
Ketika
kami betul-betul telah terpisah,
Kami
sadar telah Terpental di tanah tandus dan terlupakan…
Kami
tercipta sebagai kesatuan alat pembunuh,
Kami
diminati pecinta perang,
Kami
dihargai di pasar senjata yang legal,
Di
pasar yang terselubung sekalipun,
Kami
dilesakkan oleh mereka,
pahlawan,
pejuang, dan penjahat sekaligus,
Kami
adalah pelengkap label heroik dan zeroik,
Dan
akhirnya kembali lagi ke habitat kami,
Benda
yang terlupakan…
Begitulah
kami, rakyat yang kian jelatah,
Kepala
kami dihargai dengan rupiah, dinar, dolar dan sejenisnya,
Kepala
kami terpisah dengan jasad kami, terpenggal karena kedunguan,
Kami
dilesakkan kemana-mana sebagai yang terlantar,
Seingat
kami, di layar tempat politisi berikrar, kami adalah peluru kesayangannya,
Kami
sangat bermanfaat untuk sakunya,
Menumbangkan
lawan-lawannya,
Dan
Setelah pesta momentuman itu
Kembali
lagi kami menjadi benda yang terlupakan...
Kami
terlupakan tapi tetap bermanfaat baginya…
Bagi
sakunya,
Bagi
brangkasnya…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar