Bersama dengan AGRA Wilayah yang selama ini mengerahkan
waktu dan tenaganya, STP Takalar telah membangun kultur organisasi dan konsepsi
perjuangan yang tentunya jarang ditemui di berbagai lingkungan pertanian yang
terdapat di wilayah Sulawesi Selatan di era ini. Menyadarkan masyarakat pada
kenyataan bahwa dalam sepanjang riwayat kehidupan tidak lepas dari pertentangan
kelas yang berkecamuk dimana-mana yang kemudian pada akhirnya juga selalu
dimenangkan oleh mereka yang bermodal, memiliki capital yang berlebih, berikut
selingkuhannya birokrat korup yang senang melegitimasi langkah-langkah kotornya
dalam merebut lahan dan ruang-ruang produksi masyarakat, khususnya kaum tani.
` PTPN yang telah menjarah tanah
masyarakat Polongbangkeng (dikatakan menjarah sebab melalui intimidasi,
iming-iming palsu, dan janji kontrak yang tidak ditepati) dalam angka ribuan
hektar selama kurang lebih 32 tahun terhitung sejak 1982 hingga sekarang,
enggan untuk mengembalikan hak produksi masyarakat pada tanahnya sendiri yg
telah jatuh tempo pada tahun 2007 silam. Hal inilah yang menciptakan konflik
dalam beberapa tahun terakhir, dimana masyarakat polongbangkeng menuntut hak
hak kepemilikan atas tanahnya yang tidak akan pernah dipenuhi oleh pihak
perusahaan yang telah berada pada zona nyaman karena raupan keuntungan produksi
yang cukup besar di pusaran pasar Domestik ataupun Global. Masyarakat menyadari
bahwa mereka berhadap-hadapan dengan kekuatan yang sangat besar. Imperialisme,
Feodalisme, dan Kapitalisme Birokrat telah dipetakan menjadi 3 musuh rakyat
yang utama, dan PTPN adalah wujud nyata yang lahir sebagai musuh masyarakat
Polongbangkeng.
Berdasarkan gambaran problematika tersebut diatas, AGRA
Wilayah dan STP Takalar beserta beberapa Organ lainnya yang terlibat
menyelenggarakan pembangunan kesadaran yang lebih massif ditataran masyarakat,
melalui Pra-Mubes Pendidikan mengenai pengetahuan Organisasi Massa-Demokrasi
Nasional dan Analisa kelas diturunkan menjadi materi yang mesti dipahami
masyarakat. Berikut adalah rangkaian laporan keseharian selama ditugaskan di
Kec. Polongbangkeng Utara, Desa Ko’mara.
LAPORAN
HARIAN
Atas
nama Cara Baca Institute yang melibatkan diri dalam proses perjuangan kelompok
tani yang diberi nama STP (Serikat Tani
Polongbangkeng) di Kabupaten Takalar, saya bersama beberapa teman, salah
satu diantaranya senior kami kak Imam, bung Uchup, dan bung Antho yang juga
aktif dalam beberapa penelitian lembaga BALANG di Kab. Bantaeng, ditugaskan
mengikuti beberapa rangkaian kegiatan Pra-Mubes STP Takalar untuk menyambut
salah satu kegiatan inti yang akan menentukan perjalanan organisasi di
tahun-tahun mendatang, yakni Musyawarah Besar STP Takalar. Di Pra-Mubes akan
dilaksanakan perapian strukur di tingkat kelompok di tiap-tiap ranting,
pemilihan pimpinan ranting, dan pembahasan program-program organisasi yang akan
diputuskan secara kolektif guna menyukseskan kegiatan MUBES STP yang akan
dilangsungkan sepekan kemudian pasca Pra-Mubes.
Hari Pertama. Jum’at, 5 september 2014.
Pukul
17.30 waktu Makassar, kami berangkat dari secretariat CaraBaca Institute,
Paccinongan, Gowa dan tiba di desa Ko’mara Kecamatan Polut, Kab. Takalar pada
saat Ba’da Maghrib. Kami langsung menuju secretariat STP Takalar, Ranting
Ko’mara dan bertemu dengan beberapa rekan-rekan dari Agra Wilayah, serta
Pimpinan Ranting Ko’mara Dg. Sijaya yang sangat bersahaja, yang langsung saja
menyapa kami dengan sapaan “Bung”.
Kami dijamu dengan beberapa makanan dan minuman yang langsung saja melepas rasa
lapar dan dahaga sedari siang.
Ba’da
Isya Rapat Panitia untuk Pra-Mubes STP dilaksanakan yang dihadiri Dewan Pembina
STP, Pimpinan Kolektif dan masyarakat
yang terhimpun dalam STP. Rapat juga dihadiri beberapa organ relawan yang
mayoritas adalah pemuda dan mahasiswa. Rapat dipimpin oleh Bung Chivas begitu
sapaan akrabnya dari AGRA Wilayah yang begitu bersemangat membahas agenda
pembahasan kegiatan selama Pra-Mubes akan dilangsungkan. Penekanan kegiatan
diprioritaskan pada pendidikan mengenai Ormas-Demnas dan analisa kelas serta
perapian kelompok di tiap ranting yang berada di Kec. Polongbangeng Utara guna
meningkatkan kesadaran masyarakat untuk ber-organisasi dan pengetahuan akan
posisinya dalam analisa kelas yang kritis. Dalam rapat ini tiap relawan disebar
ke beberapa ranting untuk mengawal pendidikan yang akan dilangsungkan. Saya
sendiri ditugaskan di ranting Ko’mara yang dipimpin oleh Dg. Sijaya bersama
Bang rudy dari Agra Wilayah, dan juga bung Ithol dari lembaga AMPERA (Aliansi Medis untuk Perjuangan Rakyat). AMPERA
adalah aliansi yang dibangun oleh para pemuda-pemudi yang memahami persoalan
Medis. Mayoritas anggota aliansi terdiri dari mahasiswa dan mahasiswi yang
bergelut dibidang kesehatan atau keperawatan. Namun tidak menyempitkan
fungsinya hanya sebagai tenaga medis, namun dengan sadar aliansi ini
memposisikan diri sebagai organisasi perjuangan yang berpihak pada AMPERA
(amanat penderitaan rakyat).
Rapat
berlangsung sangat harmonis, dan selalu diselingi candaan yang mewarnai rapat
yang pada umumnya selalu berlangsung alot dan monoton. Walaupun ada banyak
kosakata bahasa daerah setempat yang belum saya pahami, namun sedikit demi
sedikit bisa juga dimaknai. Teringat ketua panitia bung Chales menanggapi
pertanyaan dari salah seorang peserta rapat “apa
sih itu cha’les?”(dalam bahasa daerah), ia pun menjawab, menurutnya itu
singkatan dari “Chaddi, Le’leng, Sakkulu’
poeng (artinya: Kecil, Hitam, Bau lagi). Seketika seluruh peserta rapat pun
tertawa mendengar tanggapan bung Cha’les. Dan rapat pun diakhiri setelah
pembahasan mengenai isi rangkaian kegiatan Pra-Mubes telah didiskusikan
bersama.
Hari
ke-II. Sabtu, 6 September 2014.
Hari ini adalah hari pertama kegiatan
Pra-Mubes dilaksanakan secara serentak di tiap ranting. Di Ranting Ko’mara
terdiri dari 5 kelompok yang menampung anggota sebanyak 63 orang sementara ini.
Pukul 17.30 pendidikan telah dimulai di kelompok 5 terlebih dahulu. Sebelumnya
materi pembahasan terlebih dahulu
diantarkan oleh pimpinan ranting Dg. Sijaya sembari merapikan struktur
kelompok, kemudian dilanjutkan oleh penyajian materi pendidikan oleh Bang Rudi.
Pendidikan berlangsung sangat interaktif kala pembahasan mengenai analisa kelas
yang menjelaskan posisi masyarakat di kelompok ini mayoritas berada pada
kategori petani miskin dan buruh tani yang merasa sangat dirugikan oleh
keserakahan PTPN.
Anggota kelompok 5 rata-rata adalah generasi kedua dan
ketiga semenjak PTPN menancapkan jangkarnya dalam lahan pertanian milik
masyarakat Polongbangkeng Utara. Para petani merasakan betul dampak dari
penguasaan tanah oleh PTPN. Selain lahan pertanian menyempit, warga masyarakat
juga kesulitan akan air. Bisa dirasakan daerah Polongbangkeng utara cuacanya
sangat panas karena kekeringan. Dan sulitnya tumbuhan lain atau pepohonan
tumbuh dengan baik sebab daya serap air tanaman Tebu sangat tinggi.
Hari
ke-III. Minggu, 7 September 2014.
Pendidikan selanjutnya dilangsungkan untuk kelompok 4
pada pukul 14.30 waktu setempat, materi kali ini di bawakan oleh bang Juned
yang juga dari AGRA wilayah karena Bang Jack ada urusan mendadak. Satu hal yang
menjadi catatan, situasi pendidikan semakin interaktif jika menggunakan bahasa
setempat sehingga masyarakat mudah menangkap isi materi. Pola inilah yang
digunakan oleh bang Juned. Itulah salah satu faktor saya tidak dapat
menjalankan peran bang Juned sebagai fasilitator diskusi. Dalam pendidikan kali
ini pesertanya juga agak berimbang antara pria dan perempuan, karena peserta
dari kalangan perempuan mempunyai semangat yang sama untuk ikut terlibat dalam
perjuangan STP takalar dalam menghadapi PTPN.
Pada pukul 17.30 pendidikan dilanjutkan untuk kelompok 3,
kali ini pendidikan dimediasikan melalui bung Ithol untuk materi Ormas-Demnas
dan dilanjutkan oleh Bang Juned untuk pembahasan analisis kelas. Kemudian
dilanjutkan dengan perapian struktur kelompok yang dipimpin oleh Dg. Sijaya.
Hari
ke-IV. Senin, 8 September 2014.
Pada hari ini, tidak ada penyajian
materi pendidikan di siang hari, yang seharusnya giliran kelompok 2, sebab
berbenturan dengan aktivitas kerja masyarakat setempat yakni beternak. Beternak
adalah pekerjaan rutin petani setempat yang memiliki ternak seperti sapi dan
sebagainya jika musim kemarau melanda, atau saat bukan musim tanam. Pada malam
hari tepatnya pukul 17.30, di rumah Dg. Sijaya kelompok 1 mendapat giliran
untuk mendiskusikan mengenai Ormas-Demnas dan analisis kelas sekaligus perapian
struktur kelompok. Anggota di kelompok ini tak kalah interaktif dibandingkan
dengan kelompok-kelompok sebelumnya. Beberapa anggota yang mengikuti rangkaian
pendidikan sangat menyadari tanggungjawab tiap anggota organisasi dari bawah
hingga keatas.
Hari
ke-V. Selasa, 9 September 2014.
Siang hari, sebelum pendidikan,
Bang Budi sempat mengadakan diskusi kecil-kecilan dengan beberapa rekan di
posko ranting Ko’mara mengenai polemic BBM yang sedang marak diberitakan oleh
media dan relasinya dengan dunia pertanian. Diskusi menyimpulkan bahwa kedepannya
pasokan Minyak mentah yang diolah menjadi BBM akan semakin menipis sebab
produksi yang berlebihan dan budaya konsumtif telah merebak akibat dari
perluasan pasar bebas yang tidak mengenal batas. disamping produksi alat
transportasi yang tinggi juga menjadi faktor. dengan demikian muncullah
beberapa opsi untuk menagani keterbatasan pasokan Minyak mentah. Salah satunya
adalah produksi Minyak Nabati. Minyak yang dihasilkan dari sari kelapa sawit. Minyak
jenis ini akan diolah menjadi BBM selain digunakan sebagai minyak goreng. Inilah
yang kemudian yang menjadi rencana pemerintah dan perusahaan kedepannya.
Mengeksplor serta meningkatkan produksi kelapa sawit. Dengan kata lain, akan
dibutuhkan tanah yang membentang luas guna mendukung eksplorasi kelapa sawit.
Mau tidak mau, keadaan itu akan menyebabkan beberapa lahan pertanian ataupun
hutan dialihfungsikan menjadi sektor perkebunan. Tentunya hal tersebut
menyebabkan banyak dampak negatif. Beberapa diantaranya adalah proses
pembebasan lahan yang di dalam sejarahnya tidak pernah berlangsung secara
damai, dan pastinya mengharuskan ada korban berjatuhan. Yakni masyarakat
pertanian ataupun masyarakat adat di lereng-lereng hutan. Kelapa sawit juga
merupakan tumbuhan yang memiliki daya serap air yang tinggi, sehingga
menyebabkan kekeringan, dan berdampak buruk bagi tanaman lain dan masyarakat
sekitar. Dan Perkebunan Tebu di Kec. Polongbangkeng Utara dikabarkan oleh
sumber tertentu akan dialihfungsikan lagi menjadi Ladang Sawit.
Setelah diskusi BBM,
agenda pendidikan pada pkul 14.40 segera dilangsungkan untuk kelompok 2, yang
kemudian di pertanggungjawabkan oleh bang Juned. Ini adalah agenda pendidikan
terakhir untuk kegiatan Pra-Mubes.
Malam hari, tepatnya pada pukul 20.20, RUA (Rapat Umum Anggota) segera dilaksanakan.
RUA adalah kekuasaan tertinggi pada tingkat ranting, dimana Pimpinan Ranting
dipilih secara demokratis oleh seluruh anggota Serikat Tani pada masing-masing
rantingnya. RUA juga membahas program-program yang akan diprioritaskan maupun
yang sifatnya sekunder. RUA dihadiri dan dibuka langsung Oleh Dg. Toro selaku
Dewan Pembina STP. Dg. Toro tak henti-hentinya menyampaikan bahwa Koordinasi,
Komunikasi, dan kerja sama serta kepercayaan adalah kunci keberhasilan
Organisasi. Pimpinan Ranting baru Dg. Sikki yang terpilih secara demokratis
dipercaya oleh masyarakat Ko’mara untuk melanjutkan perjuangan yg selama ini
diemban oleh Dg.Sijaya sejak berdirinya STP. Hal ini memperbaiki konsentrasi
pemikiran dan kinerja Dg. Sijaya yang sebelumnya bercabang karena beliau juga
termasuk salah satu Pimpinan Kolektif STP Takalar.
Demikianlah rangkaian kegiatan Pra-Mubes sebagai langkah
persiapan awal Musyawarah Besar Serikat Tani Polongbangkeng Kabupaten Takalar.
Semua pihak yang terkait baik secara langsung ataupun secara tidak langsung
memiliki ekspektasi yang besar terhadap kemajuan Organisasi Tani dan
terpenuhinya tuntutan-tuntutan pemenuhan kebutuhan hidup yang mengantarkan
Masyarakat Polongbangkeng ke arah kesejahteraan dan keadilan sosial yang lebih
hakiki dan tidak menjadi hal yang utopis. Ada beberapa pembelajaran penting yang sangat penting selama kegiatan ini berlangsung, yakni; pentingnya teori-teori ilmu sosial dan ekonomi kritis diterapkan menjadi pendidikan yang praktis, sehingga pembelajaran yang utuh adalah ketika memetik kesimpulan pada situasi yang transformatif.