Ditulis khusus sebagai pesan kepada sang mbok. Gambaran yang sebenarnya ungkapan salah seorang kerabat yang dirawat bukan oleh kedua Orang tuanya, melainkan Si Mbok yang kepadanya ia dititipkan. Hingga tiba suatu saat, dimana mboknya tidak lagi bisa tersenyum manis seperti sedia kala. Si mbok jatuh sakit. Setelah kian lama mendapat amanat, memberi asupan untuk seorang yang bukan anaknya.
Masa yang gelap,
lalu tercerahkan,
namun…,
tak jua canda itu hidup lagi,
lalu tercerahkan,
namun…,
tak jua canda itu hidup lagi,
Terlalui,
sekian masa,
tak tertemukan,
lagi…
lagi…,
sekian masa,
tak tertemukan,
lagi…
lagi…,
Tibalah daku,
dalam sebuah generasi,
harap harap,
menemukan rona pipi,
yah, rona pipi…,
yang kian langka,
ataukah mungkin sedang tereksklusi….
oleh masa baru,
dalam sebuah generasi,
harap harap,
menemukan rona pipi,
yah, rona pipi…,
yang kian langka,
ataukah mungkin sedang tereksklusi….
oleh masa baru,
Di hari penghakiman,
Ku dipaksa menyaksi,
namun…,
mulutku pandai berdusta,
untuk pendusta,
dan daku memilih,
Hidup demi sebuah canda,
dari bibir manis milik mbok,
Ku dipaksa menyaksi,
namun…,
mulutku pandai berdusta,
untuk pendusta,
dan daku memilih,
Hidup demi sebuah canda,
dari bibir manis milik mbok,
Bibir Manis Si Mbok
Sabtu, 25 April 2015
Dari sebuah tempat yang terpencil di tengah Samata, Gowa
Suherman
Sabtu, 25 April 2015
Dari sebuah tempat yang terpencil di tengah Samata, Gowa
Suherman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar