Menangislah engkau di kamar sempit itu
Ketika Semesta telah menyambutmu dengan
atmosfernya
Tangis garang memecah hening malam yang
gulita
Namun Bumi tersenyum engkau hadir tepat
di perutnya
Ingin sekali baginya memelukmu erat
Menyanjungmu…
Menjadi yang pertama menyapamu…
Mencium keningmu seraya membisikkan doa
terbaiknya
Mencari kupingmu untuk ia kumandangkan
panggilan ibadah
Memimpinmu…
Memegang erat tanganmu
Menuntunmu secepat mungkin untuk mulai
melangkah
Mengenalkanmu pada sebayamu
Agar engkau riang gemilang
Agar engkau menjadi utuh
Sebagai manusia terhormat
Tetapi tangismu yang garang itu
Tak jua reda, Tak jua henti…
Mengapakah engkau terus bersedih anakku?
Engkau tidak dihadirkan untuk murung
sepanjang hayat
Apakah yang tak kuberi anakku?
Aku selalu membentangkan tangan setiap
kali engkau pulang
Mencoba menyambutmu penuh senyum tulus
Dengan mata yang menyipit dengan sedikit
kerutan pada tepiannya
Agar kau lupa jikalau di jalan engkau
terjatuh
Tenang nak, kini engkau di pelukanku…
Hentikanlah buliran air itu
Dan berceritalah nak…
Bumiku..
Aku inginkan kau membuka liang lahat
untukku
Aku ingin kembali berdamai di dalam
perutmu itu
Di dalam sana suara garangku akan lenyap
Bumiku..
Aku tahu engkau berbohong
Tentang kau adalah ayahku…
Mengapa aku berbeda?
Sebayaku menghinaku,
Karena tiada percaya engkau adalah
ayahku..
Kau hanyalah mengaku-ngaku
Menyembunyikan kebenaran yang hakiki
Bahwa tiadalah yang mahu menjadi ayahku
Sebab ibuku adalah pelacur…
Tentu saja yang menanam benih padanya
tiada beda hinanya…
Ibu bahkan telah menghilang
Dikala aku dipindahtangankan ke panti…
Dan saat itu belumlah siap aku berjalan
sendiri…
Apakah kau ingin mengaku juga menjadi
Ibuku?
Tidak, aku haram,
Kata mereka,
Semua orang,
Bahwa Anak haram tiadalah tempat di sisi
manapun,
Aku tahu kau tak akan membuka liang
lahat untukku
Sebab kata mereka,
Semua orang,
Bumi pun akan menolakku…
Anakku…
Aku adalah saksi akan kehadiranmu,
Aku tahu Ibumu,
Aku memang bukanlah Ayahmu,
Tapi aku diperintahkan menyayangimu,
Dan itulah tugasku…
Aku tahu bagaimana orang-orang
memandangmu,
Aku dengar bisikan mereka,
Aku lihat tatapan sinis mereka,
Mereka telah salah menilaimu..
Engkau suci,
Engkau Bersih,
Engkau tidaklah haram,
Langit yang luas diatas sana,
Awan-awan yang terus saja bergerak itu,
Dedaunan dari pohon-pohon rimbun ini,
Air yang mengalir ini,
Semua menghormatimu,
Kekejianlah yang membuat Ibumu menderita
di bawah kolong langit
Adalah watak yang haram, yang serakah,
memiskinkan ibumu…
Adalah kesenangan bagi kepuasan
selangkangan para lelaki itu,
Ibumu adalah pahlawanmu, ia tidaklah
melacurkan diri,
Ia terperangkap di tengah manusia
biadab,
Melahirkanmu tanpa ditunggu seorang ayah
di balik pintu,
Adalah kekuatan yang sama sekali jarang…
Aku berani bersaksi untuk itu,
Dan karenanya akulah yang bersedia
menjadi ayah untuk yang dilahirkannya…
Soal panti, Aku bersama orang-orang
mulia menitipmu di tempat itu,
Sebab ibumu telah kembali pada yang
mencipta, bukan meninggalkanmu.
Baru saja ia mebisikkannya padaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar